Wednesday, July 7, 2010

Asah kapa.k.......

“Pak, saya mau mengundurkan diri. Saya malu. Saya sudah bekerja sangat keras. Saya sudah lembur. Saya sudah mati-matian. Namun hasilnya bukan membaik, malah terus menurun. Saya malu… pak!”, demikian ucapan tertunduk seorang penebang pohon kepada pimpinan yang bijaksana.

Suasana makin hening, karena bukan jawaban kalimat yang terdengar namun malahan bunyi “sruuut” seruput teh panas dihirup nikmat, yang dilanjutkan kelegaan: “Aaah…” yang membuat si penebang pohon makin tertunduk malu…

Sang pimpinan berdiri perlahan dan dengan tangan kanan yang lembut menepuk bahu kiri si penebang pohon, membuat suasana makin hening dan trance tegang. Mata penebang pohonpun berkedip-kedip makin trance bingung menunggu bunyi kalimat jawaban pimpinannya. Namun, tetap trance heniiing…

Akhirnya suasana senyap terinterupsi dengan kalimat lembut: “Kapan terakhir kali kamu mengasah kampakmu?”

Dengan tergagap penebang pohon menjawab terputus-putus: “Man… mana… sempat, pak! Saya bekerja siang malam agar dapat memperoleh hasil yang maksimal. Man.. mana ada waktu untuk mengasah kam… kampakku itu”

Eh, malah terdengar suara tertawa bijaksana khas Mbah Surip: “Ha ha ha ha… itulah masalahnya. Kamu lupa mengasah kampakmu. Mana bisa kamu menebang pohon lebih banyak dengan kampak yang tumpul, bukan?”. Bunyi tawapun terulang lagi: “Ha ha ha ha…”

Hai sobatku, hai saudaraku, hai temanku… Kadang sepertinya kita tidak punya waktu untuk diri sendiri. Kita tidak sempat untuk sediakan waktu untuk bicara dengan diri sendiri. Kita tidak mau buang waktu untuk diam. Kita sibuk diluar diri, takut masuk kedalam diri. Karena takut saja…

Nah, marilah. Sekali lagi, marilah ambil jedah sejenak untuk evaluasi perjalanan kita saat ini, sekarang biarkan kepala Anda dalam posisi…

Tengok ke Bawah

(Bacalah kalimat berikut di bawah ini dengan sangat perlahan, sangat sangat perlahan)

Kapan terakhir kali Anda mengasah kampak Anda?

Kapan terakhir kali Anda tertawa lepas terbahak-bahak?

Kapan terakhir kali Anda retret dari kesibukan sehari-hari?

Kapan terakhir kali Anda berdiam diri, hanya bicara dengan diri Anda sendiri?

Kapan terakhir kali Anda mengevaluasi perjalanan hidup Anda?

Kapan terakhir kali Anda bertekuk sujud dan menangis di kaki DIA?

Kapan terakhir kali Anda masuk ke dalam diri Anda yang paling dalam?

Kapan terakhir kali Anda bertanya siapa aku ini?

Kapan terakhir kali Anda bertanya ada dimana aku saat ini?

Kapan terakhir kali Anda bertanya mau kemana hidupku ini?

Kapan terakhir kali Anda dimana akhir cerita hidup ini?

(Sekarang baik juga putarlah sebuah musik lembut dan dengarkan dengan hati, nikmati dengan jiwa, menyatulah dengan musik yang Anda pilih, tanpa harus menjawab pertanyaan di atas. Biarkan larut dengan musik)

Selesai mengevaluasi dimana perjalanan kita saat ini, barulah berikutnya kita menyongsong masa depan yang lebih cerah dengan..

Tengok ke Atas

Melihat tujuan Anda di depan. Melihat cita-cita yang akan diwujudkan. Melihat tanah tujuan, tanah harapan. Melihat impian di ujung jalan. Melihat cahaya terang nun jauh disana.

Agar terbangun kembali semangat, motivasi, tenaga, harapan dan keyakinan bahwa cita-cita masih bisa diwujudkan. Harapan itu masih bisa terlaksana. Harapan itu masih ada.

Tidak apa-apa juga untuk melihat lebih tinggi, melihat lebih jauh, menerawang kejauhan diluar batas ambang visual manusia. Melihat akhir cerita kehidupan. Melihat kabar akhir diri ini. Menuju ke alam semesta yang lebih luas. Menuju ke langit. Langit yang berlapis. Bahkan berlapis sampai tujuh lapis. Sangat tinggi, sangat jauh. Tidak terlihat, tidak terjangkau, hanya diyakini…

Agar saat mata kembali menengok ke bawah, kita mudah untuk memahami bahwa jalan yang sedang diinjak mungkin sudah tepat, mungkin juga salah, mungkin juga keliru, mungkin berlumpur, mungkin hanya kubangan kerbau.

Saat tahu salah, kita mudah untuk berpindah jalan, kita mudah untuk melangkah bangkit. Kita mudah untuk memilah arah dan melanjutkan perjalanan kembali. Sebagai seorang Khalifah. Sebagai seorang Musafir. Sebagai seorang pengelana. Pengelana kehidupan… Dan,

Teruslah sempatkan tengak-tengok

Agar tidak tersesat, agar mudah berpindah arah, agar tetap bersemangat. Teruslah tengak-tengok, walau hanya sejedah tarik nafas, seteguk kopi pahit, sehirup teh panas, seucap Allah Maha Akbar dan menghembuskan nafas dengan syukur dan kembali ikhlas untuk melangkah, melanjutkan perjalanan ini, ke jalan setapak di depan mata. Jalan lurus, jalan panjang, jalan yang mungkin tanpa ujung, jalan kembali. Kembali ke pemilik nafas ini. DIA yang Besar, DIA yang Akbar…

Ah, serahkan saja jawabannya ke dalam diri.

Serahkan saja nafas ini pada Dia pemilik senyum ini.

Serahkan saja nafas ini. Serahkan saja…

Agar kita terus berkarya

Agar kita terus kuat melangkah

Agar kita terus mampu mendaki

Agar kita terus bisa terbang tinggi dan jauh, setinggi dan sejauh yang bisa kita yakini…

God, I love you full…

Tabik sujudku Krishnamurti yang masih terus bertanya kemana akhir hidup ini…

(ditulis untuk mengenang Mbah Surip yang “Tak Gendong” Burung Merak WS Rendra untuk terbang bareng kembali ke sarang milik-NYA… Jakarta, 7 Agustus 2009)

0 comments:

Post a Comment